Selasa, 16 Maret 2010

Kewirausahaan dan Lingkungan Global



Perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan di luar perusahaan, baik pada skala nasional, regional, maupun global. Sebagian dari dampak perubahan faktor lingkungan yang ditimbulkan terbukti telah memengaruhi datangnya berbagai peluang bisnis, tetapi banyak pula kasus dari faktor eksternal ini yang menjadi kendala dalam berusaha. Kasus teknologi SMS yang hampir menghancurkan bisnis pos, namun juga memberi peluang bagi bisnis ritel kartu telepon yang berkembang di banyak tempat.

Kegiatan operasional perusahaan, baik domestik maupun swasta asing di Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari kondisi dan perkembangan perekonomian global dan regional. Setiap perubahan perekonomian yang terjadi di negara industri utama, seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan negara maju lainnya akan selalu memengaruhi gerak perekonomian Indonesia. Sebagai negara agraris, yang sebagian besar ekspornya masih mengandalkan produk pertanian ke negara-negara tersebut, dampak kekuatan perekonomian global sangat terasa pada kemampuan dan keunggulan bersaing produk ekspor yang berasal dari negara kita.

Daya saing sebagian produk ekspor Indonesia yang mengalami penurunan tajam selama krisis ekonomi dan mulai meningkat kembali sejak tahun 2003 harus terus dipertahankan, melalui keunggulan tenaga kerja lokal penggunaan bahan baku domestik dan penerapan teknologi.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh wirausahawan Indonesia, baik yang bergerak dalam aktivitas lokal maupun global, adalah terjadinya berbagai perubahan yang dipicu oleh perkembangan teknologi yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Produk-produk baru yang dilempar ke pasar oleh pesaing.

2. Perkembangan teknologi dan informasi.

3. Perkembangan teknologi barang substitusi.

4. Berbagai penemuan baru.

5. Adaptasi teknologi yang siap pakai.

6. Strategi perkembangan teknologi nasional.

    7. Biaya penelitian dan pengembangan (research and development—R&D) oleh perusahaan pesaing atau perusahaan-perusahaan dalam satu industri.

8. Siklus hidup produk (product life cycle).

    9. Terobosan-terobosan yang dapat meningkatkan produktivitas yang lebih baik di bidang input, pengolahan, dan pemasaran.

10. Berbagai ramalan pengembangan teknologi di masa depan.


Beberapa hal tersebut dipandang sebagai tantangan sekaligus kesempatan bagi para wirausahawan untuk membuktikan dirinya apakah mampu bersaing dengan segala kemampuan dan kapabilitas yang dimilikinya. Untuk mencapai keberhasilan, maka diperlukan kombinasi antara kemampuan kewirausahaan dengan kemampuan manajemen strategis dalam menghadapi berbagai tantangan melalui proses penciptaan berbagai keunggulan (baik keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif) dan melalui proses kreatif dan inovatif berwirausaha sebagai bagian dari kompetensi sumber daya manusia yang andal.



Kewirausahaan sebagai Pemicu Perekonomian Negara

Kontribusi sektor swasta yang diberikan oleh perusahaan besar maupun UKM dalam pembangunan ekonomi suatu negara sudah tidak bisa disangsikan lagi. .Terdapat empat keunggulan yang dimiliki wirausahawan dalam mendukung perekonomian negara, yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan produktivitas, menciptakan teknologi, produk dan jasa baru, serta menciptakan perubahan dan kompetisi.

Dalam upaya memicu pertumbuhan ekonomi sekaligus memengaruhi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat, wirausahawan melakukan berbagai kegiatan sebagai berikut:

1. Menciptakan lapangan pekerjaan.

2. Meningkatkan kualitas hidup.

3. Meningkatkan pemerataan pendapatan.

    4. Memanfaatkan dan memobilisasi sumber daya untuk meningkatkan produktivitas nasional.

5. Meningkatkan penerimaan pemerintah melalui pajak.


Menurut beberapa pakar, pembangunan kewirausahaan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus membuka banyak lapangan kerja baru (Schumpeter, 1971), melahirkan banyak kreativitas dan inovasi baru dalam melakukan usaha maupun teknologi (Porter, 1990), meningkatkan kualitas kompetisi yang berujung pada nilai tambah bagi masyarakat (Lumpkin dan Dess, 1996), menurunkan biaya dan waktu yang timbul akibat ketidakpastian (McGrath, 1992), dan kesejahteraan yang pada dasarnya adalah sebuah created wealth (Porter, 2004).

Ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh suatu bangsa dalam menumbuh-kembangkan kewirausahaan dengan baik, antara lain:

1. Pembinaan UKM dan Bagi-bagi Modal Belas Kasihan

    Secara umum dapat dikatakan pemerintah masih mengalami "kebingungan" dalam membina UKM. Bahkan ketika berbicara tentang UKM, yang tampak adalah usaha-usaha mikro yang proses terbentuknya masih jauh dari tujuannya, serta kemungkinan gagalnya masih sangat tinggi. Akibatnya pembinaan sering terperangkap dengan prinsip belas kasihan dan bagi-bagi rejeki.

2. Pribumisasi Usahawan yang Gagal

    Sejak zaman pemerintahan Presiden Soekarno yang kemudian dilanjutkan dengan masa pemerintahan Presiden Soeharto, bangsa ini telah bersusah payah melahirkan usahawan-usahawan pribumi yang mampu mengimbangi kekuatan kalangan keturunan asing yang berhasil membesarkan usahanya. Program Benteng Group (1950-an) dan kemudian program pembentukan usahawan "plat merah" lewat tender-tender pemerintah pada tahun 1980-an yang dikoordinasi oleh kantor Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) adalah beberapa contohnya. Meskipun secara politis program ini tampak begitu ideal, namun dalam praktiknya upaya-upaya ini tidak membuahkan hasil.

    Dari kacamata teoretis, upaya "pribumisasi" pengusaha sesungguhnya sudah lama ditunjukkan bukanlah sebuah gagasan yang brilian. Kao (1988) misalnya, menunjukkan keberhasilan orang-orang Cina dalam bisnis lebih disebabkan oleh kenyataan bahwa mereka bukanlah "pribumi" di tanah mereka berada. Sebutan Chinese Overseas menunjukkan bahwa mereka tidak mempunyai ikatan yang kuat dengan tanah di mana mereka dilahirkan, sehingga tidak memiliki dukungan masyarakat setempat yang kuat untuk mengisi pos-pos lapangan kerja, apalagi yang berkaitan dengan kekuasaan dan pemerintahan. Kao menyebut sifat itu sebagai the survival mentality. Hal serupa juga terjadi pada orang-orang keturunan India yang menjadi pengusaha di Afrika Timur, orang-orang Yahudi di Eropa dan Amerika Serikat, serta orang-orang keturunan Vietnam dan Korea di Amerika Serikat.

    Gagasan ini dibenarkan oleh Knight (1983) yang menemukan bahwa wirausaha dibentuk oleh prinsip-prinsip refugee (pengungsi). Di tanah pengungsian itu seseorang harus mulai sesuatu dari bawah, tanpa dukungan modal uang, ataupun dukungan keluarga besar, tetapi mereka dituntut jeli melihat pasar dan tekun memeliharanya. Refugee tidak selalu pengungsi politik, melainkan terjadi melalui berbagai peristiwa kehidupan, seperti kebiasaan adat (misalnya, perantau Minang di luar Sumatera Barat), diberhentikan dari perusahaan (corporate refugee), ibu-ibu yang anaknya mulai dewasa (parental refugee), perlakuan diskriminatif yang dialami kaum perempiian (feminist refugee), atau mereka yang sekolahnya gagal (educational refugee).


3. Usaha-usaha Kecil Umumnya Gagal menjadi Usaha Besar

    Banyak pertanyaan-pertanyaan yang terbesit di benak kita ketika melihat krisis telah menjatuhkan perusahaan-perusahaan besar nasional. Selain berpindah ke tangan asing, kita juga menyaksikan perusahaan-perusahaan menengah satu per satu mengalami kebangkrutan begitu memasuki tahap berikutnya. Kegagalan UKM menjadi besar juga banyak disebabkan oleh permasalahan mental, kepemimpinan, dan gaya hidup yang cepat puas.


Sensus Ekonomi oleh Badan Pusat Statistik (2006) menunjukkan bahwa jumlah perusahaan di Indonesia telah mencapai 22,7 juta perusahaan, di mana bisnis yang paling diminati adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang besarnya 59% atau 13,4 juta perusahaan. Lebih dari 83% (18,84 juta) perusahaan berusaha di wilayah barat Indonesia—terutama di Jawa 63,8% atau 14,5 juta perusahaan—sisanya di wilayah timur Indonesia, di mana yang paling banyak adalah di Sulawesi 7,0% atau 1,59 juta perusahaan. Dari segi lokasi, 12,8 juta (56,5%) perusahaan menetap, sisanya 9,9 juta (43,5%) tidak permanen. Sektor industri pengolahan mencapai 3,2 juta (14,15%), sektor transportasi dan komunikasi 2,6 juta (11,75%), dan sektor jasa 2,1 juta (9,42%).

Suatu hal yang perlu menjadi renungan dan pemikiran kita bersama adalah, mengapa dengan jumlah pengusaha yang begitu besar dan setiap tahun mengalami kenaikan rata-rata 4%, ternyata masih belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang kita harapkan bersama?


Kebersamaan, Etika, dan Tanggung Jawab Sosial Kewirausahaan


Kebersamaan (togetherness) merupakan keselarasan hubungan dan komunikasi yang baik antara pihak pengusaha dengan pihak internal dan eksternal organisasi dengan prinsip saling menguntungkan.

Etika berkenaan dengan tindakan benar dan salah atau berkenaan dengan kewajiban moral seseorang pada masyarakat. Perilaku etis adalah perilaku yang memenuhi prinsip-prinsip kebenaran yang telah diterima oleh masyarakat. Etika (ethics) merupakan cara menyampaikan ungkapan-ungkapan yang menyangkut perilaku, perbuatan, dan sikap manusia terhadap peristiwa-peristiwa yang dianggap penting dalam hidupnya.

Tanggung jawab sosial (social responsibility) merupakan kewajiban perusahaan untuk merumuskan kebijakan, mengambil keputusan, dan melaksanakan tindakan yang memberikan manfaat kepada masyarakat.


Kejujuran dan Kedermawanan

"Pedagangyang jujur sederajat dengan nabi, syuhada, dan orang saleh di akhirat kelak." Hadist tersebut merupakan suatu kabar gembirabagi para pedagang maupun wirausahawan yang jujur. Bukan saja dijanjikan kehidupan yang sejajar dengan para nabi, orang saleh, dan syuhada di akhirat, pedagang yang jujur pun dapat menikmati buah kejujurannya di dunia. "Dengan mengutamakan kejujuran dalam berbisnis akan sangat mendorong kemajuan dalam berbisnis," ujar Arifin Noor, pendiri Harifani Group, perusahaan yang memiliki bisnis mulai dari penjualan karpet, air isi ulang, Bakmie Tebet, Soto Banjar, dan Paliat (masakan khas Tanjung Tabalong).

Menurut pria yang tercatat sebagai PNS Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Selatan ini, bisnis yang dilandasi nilai-nilai religius (kejujuran dan kedermawanan) menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam berbisnis. Hal ini nyata-nyata dirasakan sendiri. Maka tak jarang, penghasilan yang ia dapatkan dari berbisnis ia kembalikan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Berbicara mengenai kunci perkembangan usahanya yang cukup pesat ini, Arifin berujar: "Dengan niat yang tulus bahwa setiap apa yang kami lakukan untuk menciptakan lapangan kerja dan keuntungan yang kami peroleh kami kembalikan lagi untuk menciptakan lapangan kerja, sehingga pendapatan kita terus datang tanpa kita duga, dan kepercayaan relasi kepada kami semakin bertambah." Menurut Arifin, berbisnis atau berdagang pada dasarnya adalah tolong-menolong. Maka dalam berbisnis jangan sampai ada orang yang dirugikan. "Kunci utamanya pada kejujuran, dan tentunya rasa ikhlas untuk berbagi dengan sesama," ungkap Arifin.


Kebersamaan dan Etika Bisnis

Kebersamaan dan etika bisnis merupakan salah satu kunci pokok keberhasilan kewirausahaan. Dengan menerapkan kebersamaan secara total (internal dan eksternal perusahaan) maka kegiatan usaha akan mendapatkan dukungan dan keterlibatan berbagai pihak yang terkait. Hal ini pada akhirnya akan memudahkan pencapaian target usaha.

Apabila etika bisnis telah menjadi pedoman dalam berpikir dan bertindak di berbagai kegiatan usaha serta dapat diterapkan dengan benar maka akan mencerminkan kualitas dan citra perusahaan yang bersangkutan. Pengusaha dianggap memiliki kemampuan kewirausahaan yang andal apabila pengusaha tersebut mampu memanfaatkan, mencari, dan menciptakan peluang bisnis, serta mampu menerapkan asas kebersamaan dan menjalankan etika bisnis secara total, sehingga menghasilkan:

a. Terciptanya moral karyawan perusahaan (baik pimpinan maupun staf) untuk selalu berorientasi pada pencapaian target perusahaan yang menjadi-komitmen bersama. Moral yang baik ini dicirikan melalui pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pada pekerjaan, pencapaian, dan pengendalian baik rencana kerja maupun rencana keuangan perusahaan.

b.

Terciptanya hubungan yang sehat dengan pihak-pihak eksternal perusahaan yang memberikan dukungan kepada realisasi peluang-peluang bisnis. Pihak eksternal akan termotivasi dengan pola kepemimpinan perusahaan, maka perusahaan harus dapat menjaga kesinambungan dan hubungan yang baik dengan pihak eksternal. Jadi, kebersamaan dengan pihak eksternal adalah hubungan yang saling menguntungkan yang akhirnya akan berorientasi pada peningkatan kualitas dan kuantitas pelanggan.



Asas Etika Bisnis yang Sehat

Penerapan asas etika bisnis yang sehat, terutama tercermin dalam perilaku perusahaan dalam memanfaatkan, mencari, dan menciptakan peluang bisnis yang selalu berorientasi pada kepuasan pelanggan dan pelayanan terbaik (service excellent). Beberapa pedoman sebagai dasar berpikir dan bertindak dalam penerapan etika bisnis yang sehat, antara lain:

    a. Selalu menjaga kualitas produk dan jasa pada pelanggan melalui kewajaran dan keterbukaan. Kepuasan pelanggan terhadap produk dan jasa perusahaan merupakan kunci keberhasilan bagi perusahaan.

    b. Kebersamaan dengan unsur internal dan menghindari kesan bahwa perusahaan mengeksploitasi karyawan secara tidak manusiawi.

    c. Kebersamaan dengan lingkungan dalam menjaga kelestarian dan menghindari polusi yang mengganggu masyarakat.

    d. Dalam proses bisnis atau transaksi usaha, selalu didukung dengan upaya penghayatan nilai dan norma bisnis serta kebiasaan atau esensi dunia usaha yang berlaku.

    e. Menghidari. cara-cara yang tidak etis dalam persaingan bisnis dengan tidak menggunakan isu, fitnah, dan perilaku negatif.


Secara universal, pendapat Michael Josephson yang dikutip Zimmerer (2005) menyatakan ada sepuluh prinsip etika yang hams menjadi pegangan para pelaku bisnis, sebagai berikut:

    1. Kejujuran, yaitu dapat dipercaya dan tidak bohong.

    2. Integritas, yaitu memegang prinsip dan melakukan semua kegiatan secara terhormat.

    3. Memelihara janji, yaitu dengan menaati janji.

    4. Kesetiaan, yaitu hormat dan loyal pada keluarga, teman, dan negara.

    5. Keadilan, yaitu berlaku wajar dan adil serta bersedia mengakui kesalahan yang pernah diperbuat.

    6. Suka membantu orang lain, yaitu belas kasihan dan tolong-menolong.

    7. Hormat kepada orang lain, yaitu menghormati martabat orang lain dan berperilaku sopan santun.

    8. Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, yaitu selalu menaati hukum dan menghargai proses demokrasi dalam proses pengambilan keputusan.

    9-. Mengejar keunggulan dalam segala hal, baik dalam pertemuan pribadi atau interpersonal maupun pertanggungjawaban profesional.

    10. Dapat dipertanggungjawabkan, yaitu memiliki dan menerima tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya serta selalu memberi contoh atau menjadi panutan.



Tanggung Jawab Sosial Kewirausahaan

Ternyata dalam penerapan tanggung jawab sosial terdapat argumen yang mendukung atau "pro" dan yang "kontra." Namun banyak penelitian menyatakan bahwa dengan melakukan kegiatan dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility— CSR), perusahaan akan mendapat banyak keuntungan selain dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang.

Pendapat yang kontra menyatakan, jika perusahaan diharuskan melakukan pertanggungjawaban sosial, maka akan terjadi konflik antara tujuan ekonomi dengan tujuan sosial. Sedangkan pendapat yang pro menyatakan, pada dasarnya perusahaan

merupakan bagian dari masyarakat. Jadi, seandainya perusahaan sudah memiliki kekayaan dalam jumlah besar, maka sebaiknya diimbangi dengan melakukan program-program sosial yang keuntungannya mungkin akan dirasakan dalam jangka panjang.

Beberapa bentuk pertanggungjawaban sosial wirausahawan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

    1. Tanggung jawab terhadap lingkungan, di mana wirausahawan harus selalu menjaga kelestarian lingkungan.

    2. Tanggung jawab terhadap karyawan, dengan selalu mendengarkan usulan dan pendapat karyawan, mereka diberikan imbalan yang sesuai dan diberikan kepercayaan penuh.

    3. Tanggung jawab terhadap pelanggan, antara lain (a) menyediakan barang dan jasa yang berkualitas; (b) memberikan harga yang wajar; (c) melindungi hak-hak konsumen, yaitu hak mendapatkan produk yang aman, mendapat infbrmasi tentang produk, hak untuk didengar, dan hak untuk memilih barang apa yang hendak dibeli.

    4.. Tanggung jawab terhadap investor, dengan kesanggupan mengembalikan investasi yang cukup menarik, seperti memaksimalkan keuntungan dan melaporkan kinerja keuangan yang akuntabel.

    5. Tanggung jawab terhadap masyarakat sekitar, seperti menyediakan atau membuka lapangan kerja dan menjaga sitiiasi lingkungan yang sehat di sekitar perusahaan tersebut berada.


Jika mengacu pada beberapa tanggung jawab tersebut di atas, maka tanggung jawab sosial perusahaan merupakan keterlibatan perusahaan dalam memberikan kontribusi terhadap perbaikan dan kesejahteraan sosial masyarakat, dengan tidak hanya semata-mata mempertimbangkan keuntungan ekonomi.



Kajian Kasus: Sosok Surya Paloh

SOSOK SURYA PALOH

Sumber: www.surya-paloh.com.

http://pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files_modul/99012-15-660095635701.doc

coba link ini juga

http://jakarta45.wordpress.com/2009/08/02/mengubah-bangsa-dengan-kewirausahaan-sosial/

1 komentar:

Mbrilyant mengatakan...

tes tes...
eeh nyambung juga/

Posting Komentar